Oman, Di Mana itu? Negeri nun Jauh di Sana





September 2019, menjadi salah satu perjalanan terjauh yang pernah saya lakukan bersama sahabat saya, Farida Aryani, untuk sebuah urusan serius 😃, menghadiri International Conference, di Oman, yang diselenggarakan oleh The International Society for the Prevention of Child Abuse and Neglect (ISPCAN). Perjalanan ini diawali dengan adanya penawaran dari UNICEF, setelah sejak tahun 2014 kami menjadi mitra terkait perlindungan anak di sekolah dan masyarakat. Ketika ditawari, tanpa pikir panjang, langsung mengiyakan, tanpa tahu dimana Oman 😀. Setelah mengiyakan, baru cek peta, dan mulai mencari penerbangan yang paling memungkinkan. Jujur, sempat deg-degan, bakalan mengunjungi salah satu negara Arab, dan akan menjadi pengalaman pertama buat kami berdua.

Setelah mengecek beberapa penerbangan ke Oman, akhirnya kami memutuskan untuk terbang bersama Qatar Airlines, dengan route Jakarta - Doha - Oman. Untuk visa kami tidak ada kendala karena diuruskan langsung oleh panitia. Yang bikin sesak adalah kurs mata uang, 1 Rial Oman ternyata setara dengan Rp. 36.000 waktu itu. Kebayang kan mahalnya? 

Kami tiba Bandara Internasional Muscat di Oman sekitar jam 03.00 pagi. Kami cukup percaya diri melewati imigrasi, dan menuju ke pintu keluar, karena sebelumnya sudah menghubungi panitia untuk fasilitas penjemputan. Namun setelah beberapa saat menunggu, sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa kami akan dijemput. Saya mencoba menghubungi nomor kontak yang sudah dikasih oleh panitia, namun telpon saya tidak direspon, pesan tertulis yang saya kirim juga tidak dibalas. Panik?Tidak juga, karena kami berdua, sambil terus berdoa semoga Allah SWT menjaga dan melindungi kami dalam perjalanan ini. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu sampai adzan subuh, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk memanggil taksi untuk mengantar kami ke hotel yang sudah kami booking sebelumnya. Mengapa menunggu sampai subuh, karena kami khawatir dibawa kabur, dan sedikit terpengaruh mengenai cerita-cerita berbahayanya perempuan untuk melakukan perjalanan di negara-negara Arab. 

Perjalanan ke hotel ternyata hanya sekitar 10 menit, sangat dekat. Dan karena ini adalah kunjungan pertama, kami beberapa kali bertanya kepada pihak hotel, seberapa aman kota ini untuk perempuan, karena kemana-mana kami harus menggunakan taksi. Semua meyakinkan kami, bahwa Muscat, dan Oman secara umum, adalah negara Arab yang sangat amat dan menghormati perempuan. Kami juga diyakinkan bahwa adalah hal yang biasa kemana-mana menggunakan taksi, yang penting kami harus memastikan tujuan, dan sepakat dengan harga yang ditawarkan. Oh iya taksi di sana tidak menggunakan Argo, namun langsung menyebut biayanya berapa ketika dipesan.

Kami beruntung dalam perjalanan ini bertemu dengan driver yang sangat baik dan ramah, (cakep pula 😄). Kami sempat meminta dia untuk membawa kami tour seharian, untuk mengekslplorasi kota Muscat, dan mengunjungi pasar tentu saja, untuk sekedar beli oleh-oleh sederhana. Saya ingat, sempat bertanya ke driver tersebut, bolehkah perempuan menyetir mobil di sini? Dan disaat bersamaan, sebuah mobil melintas mencari tempat parkir, dan pengemudinya adalah perempuan.

Sekali pernah saya menggunakan masker, karena cuaca yang panas, dan saya alergi debu. Oleh driver ini, saya diminta membuka masker saya, dan mrnyarankan saya, untuk sekalian memakai cadar saja. Mengapa? karena katanya masyarakat Oman cukup sensitif, menggunakan masker mengindikasikan bahwa saya sakit, dan bisa membuat orang lain menjauh. Akhirnya masker saya buka, padahal sengaja pakai masker, selain karena alasan alergi, juga karena menutup wajah supaya tidak hitam, mengingat cuaca pada siang hari sangat panas.

Cerita mengenai suasana conference dan akademisi perempuan dari negara-negara Arab yang menurut saya sangat ekspressif dan cerdas akan saya tuliskan di bagian lain di laman ini. Yang pasti, perjalanan di Oman mengajarkan saya bahwa negara-negara Arab sepertinya memiliki karakteristiknya masing-masing. Cerita-cerita bahwa negara Arab tidak cukup aman untuk perempuan melakukan perjalanan, terbantahkan dengan sendirinya melalui pengalaman kami. Selama sekitar 1 minggu di Muscat, kami aman kemana-mana dengan menggunakan fasilitas publik. Sepertinya setiap negara Arab punya karakteristiknya sendiri-sendiri, dan untuk memahaminnya, maka berkunjunglah 😊. Smeoga bisa kembali bisa mengunjungi negara Arab lainnya.

Makassar, Rumah Ibu





Comments

Popular posts from this blog

Uji Kompetensi Guru

Ketika Bunda Belajar Mengaji

Bu, Bisa Pinjam Hand Phone-nya?