Posts

Showing posts from 2004

Gonta ganti buku di tiap tahun ajaran baru

Pemerintahan baru Indonesia telah mengeluarkan kebijakan baru dalam pemakaian buku-buku pegangan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Buku-buku pelajaran yang biasanya berganti tiap tahun ajaran, kini tidak akan terjadi lagi. Pemerintah telah menetapkan bahwa buku-buku pegangan untuk para siswa akan digunakan selama lima tahun. Dengan demikian, para siswa dapat mewariskan buku-bukunya kepada adik-adiknya kelak untuk digunakan kembali sampai lima tahun ke depan. Kebijakan ini mengundang reaksi yang beragam. Orang tua murid tentu menyambut gembira kebijakan ini. Paling tidak beban biaya untuk membeli buku pelajaran tiap tahun dapat dikurangi. Bisa dibayangkan jika satu keluarga memiliki tiga orang anak pada tingkat jelas yang berbeda, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Ikatan penerbit indonesia (IKAPI) memberikan tanggapan yang berbeda mengenai kebijakan ini. Dengan alasan bahwa pendidikan selalu mengalami perubahan baik dari segi teknologi, metode m

Menyongsong Indonesia Baru

Pemerintahan baru telah terbentuk. Ada yang ragu, ada yang optimis, ada yang mendukung, dan ada juga yang belum-belum sudah mengambil jarak terhadap pemerintahan baru. Mungkin tidak ada salahnya jika kita memberikan kesempatan kepada pemimpin bangsa ini untuk bekerja dengan tenang tanpa adanya prasangka-prasangka negative. Adalah akan sangat bijaksana jika kita memberikan dukungan yang tulus kepada pemerintahan baru untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Belum ada bukti nyata yang bisa kita lihat sekarang yang bisa dijadikan parameter untuk menilai kinerja pemerintahan baru ini. Biarkan mereka bekerja dengan tenang, dan mari kita dukung dan bekerja sama untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik, yang lebih arif dan lebih manusiawi. Mudah-mudahan suatu saat nanti Taufik Ismail akan menulis sebuah puisi baru dengan judul “Aku bangga jadi orang Indonesia”. Selamat bekerja kepada pemerintahan baru!

Intermezzo...

Hari itu saya ke kantor pos Hendak mengirim surat Maksud hati mengirim dengan biaya murah Perangko surat yang seharusnya cuman 2000 perak Akhirnya terbayar dengan 3000 perak Mau tau kenapa? Dengan santai pegawai pos itu hanya berkata “Semestinya cuman 2000, tapi perangkonya habis, jadi beli yang 3000 saja!” *dalam hati saya bertanya, kalo duit saya kurang, mereka mau toleran gak ya??* Aneh...... Perangko adalah salah satu barang utama di kantor pos. Kok bisa habis ya? Yang mengenaskan adalah karena pelanggan akhirnya harus membayar lebih karena kelalaian kantor pos yang kehabisan stok perangko. Bukan soal kelebihan ongkos 1000 yang memberatkan, tapi betapa perlakuan itu memperlihatkan bahwa sebagai pengguna kantor pos, hak pelanggan terkesan sangat tidak terlindungi. Ketika kejadian itu, saya tidak sendirian. Sekali lagi saya bertanya, jika uang saya kurang 500 perak, mau tidak ya kantor pos itu memberikan saya perangko seharga 1500 perak?? Kemungkinan besar jawabannya tidak!

Hati2 lah jika Anda berbelanja

Hari itu saya ke supermarket Hati saya miris membaca tulisan di kasir “Periksa tanggal kadaluarsa yang Anda beli Barang kadaluarsa yg telah Anda beli diluar tanggung jawab manajemen” *dalam hati saya ngedumel, trus apa dong tugas manajemen? Hanya naruh barang tanpa mengecek apakah barang yang dijual sudah expire atau tidak??* Saya tidak tahu jenis manajemen apa yang digunakan oleh supermarket tersebut. Sepengetahuan saya jika ada barang yang dijual, adalah tugas supermarket untuk mengecek apakah barang2nya layak jual. Jika barang tersebut tidak layak jual, maka barang2 tersebut tidak boleh sampai ke tangan konsumen. Jika ternyata konsumen lalai dalam mengecek kadaluarsa barang, lantas pada siapa dia harus mengadu? Bukankah manajemen supermarket tersebut sudah pasang kuda2, dengan memasang peringatan tersebut? Kasihan sekali para konsumen kita, di negerinya sendiri, bahkan hak untuk berbelanja dengan rasa aman sama sekali tidak dilindungi oleh pemilik toko!

maaf yaaa...

Wahh tulisan di situs saya ini topiknya rada lompat2 juga. Maaf ya, soalnya saya nulis tergantung suasana hati dan emut2an gitu. Topik terakhir soal academic culture itu saya kutip dari thesis saya. Belakangan sedang sibuk, berusaha menyelesaikan "tugas" di negeri kincir ini. Sebulan lalu banyak posting puisi kampung, maklum a bit depressed kadang2. Happy reading deh, moga bermanfaat.... "Maka karunia manakah dari Tuhanmu yg hendak engkau dustakan?"

Improving Academic Culture

Academic culture is shaped by the shared norms and the values of people within a school. To improve academic culture, one cannot ignore what actually happens in the classrooms, the places where the primary process of schools occurs. In classrooms, teachers’ expectations are critical in shaping the interactions with students. Teachers as the central figure in the class must be aware of their expectations and their teaching approaches. There are teachers who believe that their instruction can make change for better classroom culture while others tend not to believe it. Improving academic culture must involve everybody in a school. Collegiality is considered as one important factor that affects the shape of academic culture. Teachers must be encouraged to build collegial relationships that can facilitate change. Through an open communication and discussion about learning and teaching issues will enhance the working relationships which will contribute to improve the academic culture in

Lagi Iseng...

Bener gak ya hidup itu suatu misteri? Satu saat kita bersiap untuk beranjak Dan disaat yg hampir bersamaan Seakan ada yg menahan kita untuk beranjak Apa itu suatu kebetulan? Bisa jadi.... Tapi dalam hidup tidak ada yg kebetulan Karena semua sebenarnya serangkaian peristiwa Yg mungkin hanya dengan ketulusan hati Rahasianya bisa terungkap Karena itu kali ya kita diperintahkan menjaga hati? Biar otak sama hati bisa sinkron Biar kita bisa tanggap pada setiap peristiwa Biar hikmah di dalamnya tidak berlalu begitu saja Mending kalo seperti angin Yang masih bisa dirasakan kehadirannya Kadang malah, saking hitamnya hati kita "hembusan angin" itu pun tidak terasa Tapi gimana mau bersih ya hati ini? Tiap hari ada saja kejadian Bukannya hikmah yg diperoleh Eh, malah menggerutu, mengeluh... Terus bertanya sendiri? "Kok bisa ya?"... Setelah itu, yg disalahkan bukan diri sendiri lagi Sebagai manusia, kita mungkin tidak tau diri kali ya? Maunya dimengerti, tapi gak mau mengerti Ma

Kesan Pertama ...

Kemarin ada "diksusi" menarik dengan salah seorang teman saya. Saya beri tanda kutip, karena tadinya berawal dari obrolan biasa saja sampai akhirnya pembicaraan kami mengarah ke hal2 yang lebih serius. Saya terkesan dengan kata2 terakhir yg dia ucapkan, mengenai betapa banyak orang yg bisa berubah dalam satu menit dalam setiap perkataan yang entah terucap atau melalu tulisan. Perubahan2 tersebut akan diikuti dengan penjelasan2 yg diharapkan dapat menyampaikan "pesan" yg "sebenarnya" dari orang2 tersebut. Yang menurut saya menarik, teman saya ini lebih menyukai "kesan pertama" dan cenderung untuk tidak tertarik dengan penjelasan lebih lanjut yg kesannya ingin memperjelas. Jadi apa yg diucapkan atau ditulis pertama kali, itulah gambaran yg akan ia tangkap. Alasannya, karena kadang penjelasan itu bisa jadi sangat berbeda dengan apa yg diucapkan sebelumnya. Istilahnya bersilat lidah kali ya? Saya hanya membayangkan, dalam kehidupan sehari

Do'a...

Tuhanku... masukkan aku ke dalam golongan hamba2Mu yg senantiasa bersyukur atas segala yg telah dan akan Kau berikan padaku ihlaskan aku dalam menjadi proses kehidupanku sesungguhnya hanya Engkaulah Yg Maha Mengetahui Sesuatu dan KepadaMu lah segala sesuatu itu akan kembali Semoga aku bisa merasakan kehadiranMu dalam setiap tarikan nafas dan detak jantungku Ihlaskan aku...

"Pendidikan" Yang Serba Instan

Saya salut dengan kepedulian beberapa rekan saya mengenai pendidikan kita. Kritikan2 mengenai wajah pendidikan kita yg keliatan morat marit patut disikapi sebagai suatu keinginan untuk melihat bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik. Ketika begitu banyak orang mengeluhkan pendidikan di Indonesia yg semakin mahal, bermunculanlah ide dari calon orang2 nomor satu di negeri kita untuk memberikan "pendidikan gratis". Padahal pendidikan itu bukan hanya sekedar masuk sekolah gratis, tapi lebih kepada apakah seseorang yg bersekolah bisa menjadi lebih terdidik atau tidak. "Pendidikan gratis" hanyalah salah satu faktor saja, dan sayangnya menurut saya bukan faktor yg esensial. Menjalankan suatu institusi pendidikan yg sederhana sekalipun, akan senantiasa membutuhkan biaya. Apakah itu mahal atau tidak, adalah sesuatu yang relatif. Misalnya saja anak2 pinggiran yg tidak pernah mengenyam pendidikan. Mereka mungkin tidak membutuhkan fasilitas yg wah untuk belajar, karena unt

Mampukah kita mengubah acara pertelevisian kita menjadi lebih manusiawi?

Tulisan ini diilhami dari diskusi teman2 di milis yahoogroups mengenai acara pertelevisian di Indonesia. Untuk yg tertarik bisa melihat di http://tv.groups.yahoo.com/group/indotvwatch/. Acara-acara pertelevisian kita sepertinya semakin hari semakin memprihatinkan. Format2 acara yg berbau mistis semakin banyak, demikian pula dengan sinteron2 yg untuk sebagian besar masyarakat kita seperti dijejali dengan mimpi2 indah. Efek dari acara2 yg ditayangkan pun mungkin semakin memprihatinkan terutama terhadap anak-anak, cikal bakal pemimpin bangsa ini kelak. Ketika format bahasa mereka mulai mengejutkan para orang tua karena menggunakan kata2 yg semetinya tidak layak diucapkan oleh anak2, orang tua mungkin hanya bisa mengurut dada. Perilaku negatif juga bermunculan dan tidak dapat dipungkiri, televisi memberikan pengaruh yg cukup signifikan terhadap pembentukan perilaku2 "baru" tersebut. Yg lebih menyedihkan lagi, ketika diberitakan ada seorang anak yg berniat bunuh diri hanya kar

Dutch songs

These last days I have been listenning to Dutch song. Some of them are really nice. But it takes time to understand what the songs are all about. ...Het is well over, maar nog niet voorbij..... :D