Obrolan di Angkot

Kemarin sore sehabis melakukan wawancara dengan salah seorang kandidat kami yang akan diberangkatkan ke Amerika dalam rangka mengikuti program YES yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Antarbudaya Indonesia, berdua dengan teman saya, kami melakukan diskusi ringan di atas angkot yang membawa kami pulang. Sudah sepuluh tahun lebih kami berdua menjadi sukarelawan di yayasan ini yang bergerak di bidang pertukaran pelajar untuk siswa-siswa SMA.

Kembali ke diskusi ringan yang kami lakukan sambil ketawa ketiwi itu. Kami berdua baru saja diterima sebagai CPNS. Teman saya itu diterima di lingkungan pemerintah kota, dan saya di salah satu universitas negeri. Mengingat latar belakang kami sebelumnya yang pernah bekerja di swasta, teman saya yang sudah mulai masuk kerja mencoba membanding-bandingkan kondisi kerja sekarang dengan yang sebelumnya.

Sambil ketawa dan sedikit komplain teman saya bercerita mengenai pengalamannya selama seminggu kerja. Karena masih baru, selama seminggu masuk kantor dia belum mengerjakan apa-apa. Jadi dia hanya datang, duduk, dan sedikit cerita-cerita mengenai kondisi kantor dengan pegawai senior. Teman saya sempat terheran-heran dengan adanya televisi di ruang kerja para pegawai. Selama jam kerja, televisi akan terus dinyalakan mulai dari acara-acara musik sampai ke sinetron-sinetron yang ceritanya kadang agak menjual mimpi juga. Hal yang amat tidak biasa buatnya. Bikin puyeng katanya.

Cerita berlanjut mengenai dana pengadaan yang hanya sekitar enam juta dalam setahun. Teman saya mengeluhkan mengenai draft pembuatan laporan yang harus menggunakan tulisan tangan. Komputer hanya digunakan jika laporan telah dianggap OK oleh pimpinan. Jadi selama pembuatan draft dan proses pemeriksaan semua dilakukan dengan manual, bukan dengan mesin ketik tetapi dengan tulisan tangan! Sekali lagi kami terheran-heran tapi tetap diikuti dengan tawa lepas. Entah itu ketawa senang, menertawai atau ketawa yang memaklumi...

Selanjutnya saya mengemukakan mengenai ide untuk proposal penelitian saya yang akan fokus ke guru. Setelah sedikit memberikan gambaran, teman saya mengingatkan saya untuk berhati-hati dengan ide saya. Alasannya, akan selalu muncul alasan klasik, mengapa guru tidak bisa berperan optimal, karena gaji guru yang rendah. Sambil terkekeh-kekeh saya cuma bilang, wong dari dulu kan, sejak kita masih kecil, gaji guru katanya memang kecil. Sudah tahu kecil kok masih mau jadi guru? Kalo mau punya duit banyak yaaa jangan jadi guru dongg.....

Teman saya ikut ketawa sambil menimpali, makanya yang mau jadi guru itu rata-rata bukan orang kota. Lantas orang dari mana dong??:D) Selain itu, alasan orang menjadi guru, katanya bukan karena pilihan, melainkan karena tidak adanya pilihan lain. Mau masuk ke sektor lain, tidak mampu bersaing... Betul juga kali ya?? Sekali lagi kami tertawa...

Masih dalam suasana santai di dalam angkot, kami kembali membahas mengenai ungkapan klasik “gaji pegawai negeri kecil”.Sambil sedikit menyindir kami berdua mempertanyakan, kalo memang merasa gaji pegawai negeri kecil, kenapa tidak berhenti saja menjadi pegawai negeri dan mencari kerjaan lain yang bisa menghasilkan uang banyak? Seperti pegawai-pegawi swasta yang jika sudah bosan kerja di suatu tempat, atau gaji dianggap tidak sesuai, mereka akan berhenti dan berusaha mencari kerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan. Mungkin memang ada kasus seperti ini yang terjadi di pegawai negeri tapi tidak terangkat ke permukaan. Yang paling sering diangkat adalah rendahnya gaji pegawai negeri sehingga muncul image jika anda menjadi pegawai negeri maka bersiap-siaplan untuk hidup pas-pasan, terutama guru. Terlalu subjektif memang.....

Angkot yang membawa kami sudah hampir sampai di tujuan. Saya harus turun duluan karena rumah saya memang lebih dulu dilalui. Perbincangan dengan teman saya itu membuat saya tersenyum-senyum sendiri jika mengingatnya. Menarik karena kami berdua masih sama-sama baru memasuki dunia kerja yang katanya membosankan dan kadang diselingi dengan kejadian-kejadian mungkin dianggap tidak masuk akal. Betulkah demikian? Kita lihat saja. Teman saya cuma berharap agar kami tidak larut dalam kondisi yang dapat mengubah sudut pandang kami menjadi sempit dan menjadi terbiasa dengan hal-hal yang tadinya kami anggap tidak wajar menjadi wajar.

Comments

  1. Selamat idhul adha, minal aidzin walfa idzin ya
    Mbak...

    ;))

    ReplyDelete
  2. Welcome to the club!
    That was an endless topic to discuss. The thing is that you have to BREATHE IN A DIFFERENT AIR to be able to exist in such world.
    Ups... But I mean it!!
    All we can do is do what we can with considering some negative things that already in our mind long ago, about the system. So, dont get into the system, but let the others see that you are not following. Want to follow you or not, just dont care.
    Welcome to the club, again!

    mine has 276 at the end! (hahahahaha)

    ReplyDelete
  3. Congrats! I know you'll make a good Guru. And the most important thing is that you will have the chances to make a difference, no matter how tiny, in people's life. :)

    ReplyDelete

Post a Comment


Popular posts from this blog

Uji Kompetensi Guru

Bu, Bisa Pinjam Hand Phone-nya?

Ketika Bunda Belajar Mengaji