Cerita Mereka tentang Sekolah Berasrama
Sejak tahun 2017 saya tertarik dengan isu sekolah berasrama (boarding school), dengan melihat semakin bertambahnya sekolah yang menawarkan pola berasrama dan meningkatnya minat orang tua yang untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah tersebut. Salah satu alasan yang biasanya dikemukakan oleh orang tua adalah karena sekolah berasrama dianggap mampu menyediakan pendidikan yang lebih holistik, yang fokusnya bukan hanya pada aspek akademik tapi juga aspek lain seperti kedisipilinan, kemandirian, dan mengajarkan anak untuk lebih bertanggung jawab terhadap pendidikan dan kehidupannya selama berada di asrama. Selain itu, beberapa orang tua juga beranggapan bahwa sekolah berasrama mampu mengajarkan hal-hal yang tidak bisa mereka ajarkan di rumah, misalnya, latihan untuk menghafal Al Qur'an, kemampuan berbahasa Arab, bahasa Inggris, dan disiplin sekolah yang mampu mebiasakan anak berperilaku positif, misalnya tentang mengikuti aturan jam tidur, belajar, kegiatan keagamaan, olahraga, dan aktivitas lainnya.
Saya pernah mengobrol dengan beberapa anak yang sekolah di sekolah berasrama. Biasanya saya bertanya ke mereka kenapa mau masuk sekolah berasrama. Respon yang paling sering saya dengar adalah karena keinginan orang tua, karena saudaranya dulu juga di sekolah berasrama, dan karena keinginan sendiri. Sebagian besar mereka menyatakan senang di sekolah berasrama karena merasa mereka belajar banyak hal, belajar kedisipilinan, berbagi, tenggang rasa, dan belajar memahami orang lain yang berbeda karakter dengan mereka. Mereka juga senang dengan kedekatan dengan teman-temannya, katanya seperti memiliki keluarga baru,
Hal lain yang juga biasa saya tanyakan adalah tentang perilaku tidak menyenangkan yang mereka alami di asrama, terutama terkait kekerasan fisik dari sesama siswa atau kekerasan lainnya misalnya perundungan dan pemalakan. Menarik mendengarkan cerita mereka. Menurut mereka, kekerasan fisik adalah hal yang wajar terjadi di asrama, karena hukuman fisik merupakan cara untuk mendisiplinkan dan memberikan efek jera kepada mereka jika melakukan kesalahan. Mereka juga bercerita bahwa beberapa dari mereka pernah mengalami kehilangan barang, entah itu sandal, makanan, bahkan uang. Saya tanya, jadi gimana kalau ada kehilangan barang seperti itu? Kata mereka, kalau ketahuan siapa yang mengambil barang, biasanya diberi sanksi. Kalau tidak, ya dipasrahkan saja :).
Cerita-cerita tersebut menjadi informasi yang menarik buat saya. Saya pernah melakukan riset tentang sekolah berasrama dan cerita dari perpektif siswa selalu menjadi informasi yang sangat berharga. Mengapa menjadi penting dan berharga, karena saya percaya bahwa perespsi dan pengalaman mereka akan berdampak terhadap respon dan perilaku mereka tentang pendidikan dan perilaku yang muncul di sekitar mereka ketika dewasa nanti. Beranggapan bahwa kekerasan fisik adalah hal yang wajar merupakan sesuatu yang cukup menyedihkan buat saya. Saya khawatir, di masa yang akan datang, mereka juga akan melakukan hal yang sama ketika mengajarkan kedisiplinan. Selain itu, saya juga masih sering bertanya kepada diri sendiri, apa yang bisa diberikan di sekolah berasrama yang benar-benar tidak bisa diajarkan di rumah dan sekolah non berasrama.
Makassar, The Foreign, 25 Mei 2024
Comments
Post a Comment