Anak Perempuan Itu...
Sejak Desember 2008, saya tinggal di Bali untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris dibiayai oleh Dikti. Ada kejadian menarik yang saya alami, ketika sedang menunggu pesawat di bandara ngurah rai. Cerita ini mungkin tidak menarik untuk sebagian orang, tapi sangat menarik buat menambah kekayaan hidup yang saya punyai. Insya Allah.
Waktu menunggu pesawat yang akan membawa saya menuju Makassar saya gunakan untuk membaca buku Quantum Ihlas. Buku yang keliatan tipis tapi sarat dengan pesan-pesan kehidupan yang insya Allah bermanfaat. Di sela-sela bacaan, saya melihat seorang anak kecil (kira-kira berumur 2 - 3 tahun) sedang bermain-main dengan ayahnya. Yang membuat saya agak terkejut waktu itu ketika memperhatikan wajah anak perempuan tersebut. Wajah anak tersebut jauh dari sempurna. Bahkan untuk orang yang tidak terbiasa, mungkin agak merasa takut melihat wajah anak tersebut. Dalam hati saya berdoa, untuk tetap bisa berinteraksi dengan anak tersebut tanpa melihat kekurangannya.
Lanjut cerita, saya mengamati bagaimana anak tersebut bermain. Mungkin karena usia yang masih sangat muda, anak tersebut bermain tanpa beban dan berlari-lari mengelilingi deretan kursi yang saya duduki. Yang saya kagumi adalah ayahnya, yang tetap memperlakukan anak tersebut secara biasa-biasa saja tanpa mencoba menutupi kekurangan pada wajah anaknya. Yang paling menggembirakan saya lagi, ketika anak itu menghampiri saya dan mengajak saya bermain bersama. Beberapa kali dia mendatangi saya dan menyerahkan boneka kelincinya. Dia bahkan meminta ayahnya untuk membantunya duduk di samping saya.
Singkat cerita, sambil bermain dengan anak tersebut, saya berdoa dalam hati. Semoga orang-orang di sekitar anak itu tumbuh (termasuk saya) bisa menerima anak itu apa adanya dan tidak memberikan kontribusi yang negatif terhadap perkembangan mental anak tersebut. Semoga, seterusnya anak perempuan itu masih dapat bermain secara apa adanya sama seperti ketika saya melihatnya bermain di bandara ngurah rai, Bali.
Waktu menunggu pesawat yang akan membawa saya menuju Makassar saya gunakan untuk membaca buku Quantum Ihlas. Buku yang keliatan tipis tapi sarat dengan pesan-pesan kehidupan yang insya Allah bermanfaat. Di sela-sela bacaan, saya melihat seorang anak kecil (kira-kira berumur 2 - 3 tahun) sedang bermain-main dengan ayahnya. Yang membuat saya agak terkejut waktu itu ketika memperhatikan wajah anak perempuan tersebut. Wajah anak tersebut jauh dari sempurna. Bahkan untuk orang yang tidak terbiasa, mungkin agak merasa takut melihat wajah anak tersebut. Dalam hati saya berdoa, untuk tetap bisa berinteraksi dengan anak tersebut tanpa melihat kekurangannya.
Lanjut cerita, saya mengamati bagaimana anak tersebut bermain. Mungkin karena usia yang masih sangat muda, anak tersebut bermain tanpa beban dan berlari-lari mengelilingi deretan kursi yang saya duduki. Yang saya kagumi adalah ayahnya, yang tetap memperlakukan anak tersebut secara biasa-biasa saja tanpa mencoba menutupi kekurangan pada wajah anaknya. Yang paling menggembirakan saya lagi, ketika anak itu menghampiri saya dan mengajak saya bermain bersama. Beberapa kali dia mendatangi saya dan menyerahkan boneka kelincinya. Dia bahkan meminta ayahnya untuk membantunya duduk di samping saya.
Singkat cerita, sambil bermain dengan anak tersebut, saya berdoa dalam hati. Semoga orang-orang di sekitar anak itu tumbuh (termasuk saya) bisa menerima anak itu apa adanya dan tidak memberikan kontribusi yang negatif terhadap perkembangan mental anak tersebut. Semoga, seterusnya anak perempuan itu masih dapat bermain secara apa adanya sama seperti ketika saya melihatnya bermain di bandara ngurah rai, Bali.
Comments
Post a Comment